Khutbah Pertama…
(Menit 01:26)
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. ..
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867).

Wahai orang-orang yang beriman…
Sesungguhnya diantara perkara² agama dan mulia nya sifat hamba-hamba yang sholeh adalah sifat malu, ia adalah jiwa hati dan nafasnya ruh, barangsiapa sedikit rasa malu nya maka sedikit pula rasa wara’ nya dan barangsiapa sedikit sifat wara’ nya maka matilah hatinya. Ia adalah barang yang berharga dan istimewa didalam agama ini. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda,
اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,Rasulullah ﷺ bersabda,
اَلْـحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ
“Malu itu seluruhnya kebaikan.” (HR. Bukhari & Muslim dari Sahabat ‘Imran bin Husain)
Barangsiapa yang disifati dengan sifat ini maka sempurna lah akalnya dan baik lah adab² nya. Dan kehidupan manusia itu bagaikan kehidupan nya sebuah pohon, apabila ia telah tercabut akar maka ia akan rusak dan merusak yang lainnya.dan ia merupakan salah satu cabang diantara abang-cabang keimanan.dan ia merupakan salah satu sifat penghuni surga.
Rasulullah ﷺ bersabda,
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ َاْلإِيْمَانُ…
“Iman itu bercabang tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih, yang paling utama adalah kalimat la illaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan, dan malu termasuk cabang dari iman.” (HR. Bukhari & Muslim)
إن الحياء والإيمان قرنا جميعا فإذا رفع أحدهما رفع الآخر
Rasulullah ﷺ bersabda, “Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.” (HR. al-Bukhori di dalam al-Adab al-Mufrod)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا وَإِنَّ خُلُقَ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ
Dari Ibnu Abbas dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap agama itu memliki akhlaq, sedangkan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah)
Sifat alaminya yang telah disyariatkan didalamnya dan telah dipanggil
Dan apa yang keluar dari sifat malu adalah kejelekan.
الجفاء والجفاء في النار
Rasulullah ﷺ bersabda, “Rasa malu adalah bagian dari keimanan dan keimanan tempatnya di surga. Ucapan cabul adalah bagian dari sikap kasar dan sikap kasar tempatnya di neraka,” (HR At-Tirmidzi 2009 Kitab Al-Birr wa Ash-Shilah dan Ahmad 10134).
Barangsiapa memiliki sifat malu maka ia akan dicintai oleh Allah Subhanahu wata’ala rabbul’alamin.
Rasulullah ﷺ bersabda pada Al-Asysyajji bin ‘Abdul Qois, “Dalam dirimu terdapat dua sifat yang Allah dan Rasul-Nya suka yaitu al-hilm (tidak cepat marah) dan al-haya’ (malu).” (HR. Muslim, no. 20)
Dan memperoleh rasa malu dengan mengenal Allah Subhanahu wata’ala dan mengetahui keagungan-Nya dan mendekat diri dan taat kepada-Nya dan yakin dengan Ilmu-Nya dan khianatnya mata dan apa yang disembunyikan dalam dada.dan tidak ada perhiasan bagi laki-laki dan perempuan seperti perhiasan nya rasa malu.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « مَا كَانَ الْفُحْشُ في شَيْءٍ إِلاَّ شانَهُ، ومَا كَانَ الحَيَاءُ في شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ » رواه الترمذي، وقال : حديثٌ حسن.
- Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: Tidaklah kekejian -atau melanggar batas menurut ketentuan syara’ atau adat suatu masyarakat- itu bertempat dalam sesuatu, melainkan ia akan menyebabkan celanya dan tidaklah sifat malu itu bertempat dalam sesuatu, melainkan ia akan merupakan hiasannya -yakni malu mengerjakan kejahatan atau apa-apa yang tidak sopan-.”
Seorang yang telah hilang rasa malu nya, maka ia akan berbuat sesukanya, ia tidak peduli dengan apa yang ia telah perbuat dan suatu maksiat apa yang dia telah lakukan.
وعن سلمانَ الفارسي قال : إنَّ الله إذا أرادَ بعبدٍ هلاكاً ، نزَعَ منه الحياءَ ، فإذا نزعَ منه الحياءَ ، لم تلقه إلاَّ مقيتاً مُمقَّتاً، …
“Sesungguhnya Allah jika menginginkan kepada seorang hamba kebinasaan, niscaya akan dilepas darinya sifat malu, lalu jika dicabut darinya sifat malu maka kamu tidak akan menemuinya kecuali dalam keadaan benar-benar dimurkai,.
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بِنْ عَمْرٍو الأَنْصَارِي الْبَدْرِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ . [رواه البخاري ]
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah : Jika engkau tidak malu berbuatlah sekehendakmu. (Riwayat Bukhori No.3483)
Dan apabila tidak ada sifat malu maka tidak ada kebaikan didalamnya, maka ia tinggal hanya daging dan darah.maka ia bagaikan seperti hewan dan berhak mendapatkan dosa.kalau lah bukan karena sifat malu kepada Sang Pencipta dan kepada Makhluknya maka niscaya seseorang akan mengkhianati janji dan tidak amanah dan tidak ditunaikan kebutuhannya dan membuka auratnya dan melakukan maksiat².
أَنَّهُ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِي ، قَالَ : أُوصِيكَ أَنْ تَسْتَحِيَ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ كَمَا تَسْتَحِي مِنَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ .
Sa’id bin Yazid Al-Uzdi pernah meminta nasihat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Nabi menasihatinya,
أُوصِيكَ أَنْ تَسْتَحِيَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، كَمَا تَسْتَحِي رَجُلًا صَالِـحًا مِنْ قَوْمِكَ
“Saya nasihati kamu agar malu pada Allah ‘azza wa jalla sebagaimana kamu malu kepada orang sholih dari kaummu.”
Dan tidak lah yang menggerakkan sifat malu didalam hati bagaikan seperti melihat kenikmatan² Allah yang tidak terhingga.
Allah Ta’ala berfirman :
تَنْزِيْلًا مِّمَّنْ خَلَقَ الْاَرْضَ وَالسَّمٰوٰتِ الْعُلٰى ۗ ٤
(Al-Qur’an) diturunkan dari (Allah) yang telah menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى ٥
(Dialah Allah) Yang Maha Pengasih (dan) bersemayam di atas ʻArasy.466)
لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرٰى ٦
Milik-Nyalah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada di antara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah.
وَاِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَاِنَّهٗ يَعْلَمُ السِّرَّ وَاَخْفٰى ٧
Jika engkau mengeraskan ucapanmu, sesungguhnya Dia mengetahui (ucapan yang) rahasia dan yang lebih tersembunyi (darinya).
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى ٨
Allah tidak ada tuhan selain Dia. Milik-Nyalah nama-nama yang terbaik.
Khutbah kedua…
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَكُونُوا۟ مَعَ ٱلصَّـٰدِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.(Surat At-Taubah (9) Ayat 119)
Ketahuilah sifat malu itu merupakan diantara sifat-sifat Allah azza wa jalla.dan dengan keagungan-Nya
لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ١١
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Dan kkehidupan-Nya tidak diketahui dan bagaimana nya.karena ia merupakan kehidupan yang mulia dan agung Ia adalah Allah Subhanahu wata’ala yang maha hidup dan maha mulia malu kepada Hamba-Nya yang mengangkat tangannya untuk berdo’a dan mengembalikan nya dalam keadaan kosong. Dan malu mengadzab hamba yang tumbuh dalam islam. Dan barang siapa yang malu kepada Allah maka Allah malu kepadanya.
Malu kepada Allah adalah Mendahulukan perintah Allah dan kecintaan kepada-Nya dan menjatuhkan apa yang dimurkai nya.
Nabi jelaskan dalam sabdanya, “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya”. “Kami sudah malu duhai Rasulullah” wal hamdulilah, jawab para sahabat. Nabi ﷺ bersabda,
لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Bukan demikian namun yang dimaksud malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah menjaga kepala dan anggota badan yang terletak di kepala, menjaga perut dan anggota badan yang berhubungan dengan perut, mengingat kematian dan saat badan hancur dalam kubur. Siapa yang menginginkan akhirat harus meninggalkan kesenangan dunia. Siapa yang melakukan hal-hal tersebut maka dia telah merasa malu dengan Allah dengan sebenar-benarnya.” (HR. Tirmidzi dll, dinilai hasan karena adanya riwayat-riwayat lain yang menguatkannya oleh Al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 935)
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنْ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا وَكَانَ إِذَا كَرِهَ شَيْئًا عَرَفْنَاهُ فِي وَجْهِهِ.
“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling pemalu dari pada para gadis dari balik hijab. Jika Beliau tidak menyukai sesuatu maka kami mengetahuinya dari wajah Beliau.”
dan yang paling besar dari sifat malu adalah malu diliat oleh orang lain dalam berbuat kemaksiatan.
جاءت فاطمة بنت عتبة بن ربيعة رضي الله عنها تبايع رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخذ عليها: «أن لا يشركن، ولا يزنين» – الآية. قالت: فوضعت يدها على رأسه حياءً فأعجبَ رسول الله صلى الله عليه وسلم ما رأى منها؛ فقالت عائشة رضي الله عنها: أقرّي أيتها المرأة فوالله ما بايعنا إلا على هذا. قالت: فنعم إذاً، فبايعها بالآية. كذا في مجمع الزوائد.
datang Fatimah binti ‘utbah radhiallahu anha untuk mengikrarkan bai’at kepada Nabi, sallallahu alaihi wa sallam, dan dia membawanya tidak menyekutukan apapun dengan Allah dan tidak berzina . Wanita itu, demi Allah, dia tidak berjanji setia kepada kami kecuali untuk ini. Dia berkata: Ya, jika dia berjanji setia padanya dengan ayat
Diantara keajaiban malu adalah malu kepada orang yang telah meninggal.
عن عائشة رضي الله عنها قالت: (كنت أدخل بيتي، الذي دُفِنَ فيه رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي، فأضع ثوبي، فأقول إنَّما هو زوجي وأبي، فلمَّا دُفِنَ عمر معهم، فوالله ما دخلت إلَّا وأنا مَشْدُودَةٌ عليَّ ثيابي؛ حَيَاءً مِن عمر)
Ummul mukminin ‘aisyah radhiallahu anha : bahwasanya aku masuk kedalam rumahku yang mana didalamnya dikuburkan nya Rasulullah ﷺ dan ayahku, dan aku meletakkan pakaian ku dan aku mengatakan karena sesungguhnya dia adalah suamiku dan ayahku. Dan takkala dikuburkan nya umar radhiallahu anhu, demi Allah tidak lah aku memasuki rumahku kecuali aku dalam keadaan berpakaian, karena malu kepada umar radhiallahu anhum ajma’in.
Dan bukan suatu yang mengherankan tentang sifat malu ini, malu kepada orang yang hidup dan juga malu kepada orang yang telah meninggal.dan malu orang yang meninggal kepada orang yang masih hidup.
- أَنَّ فَاطِمَةَ قَالَتْ لِأَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ: إِنِّي أَسْتَقْبِحُ مَا يُصْنَعُ بِالنِّسَاءِ! يُطْرَحُ على المرأة الثوب فيصفها، فقالت: يا ابنة رَسُولِ اللَّهِ، أَلَا أُرِيَكِ شَيْئًا رَأَيْتُهُ بِالْحَبَشَةِ؟ فَدَعَتْ بُجَرَائِدَ رَطْبَةٍ، فَحَنَّتْهَا، ثُمَّ طَرَحَتْ عَلَيْهَا ثَوْبًا. فَقَالَتْ فَاطِمَةُ: مَا أَحْسَنَ هَذَا وَأَجْمَلَهُ! إذا أنا مت فغسليني أنت وعلي، ولا يدخل أحد علي.
فَلَمَّا تُوُفِّيَتْ جَاءَتْ عَائِشَةُ تَدْخُلُ، فَقَالَتْ أَسْمَاءُ: لَا تَدْخُلِي! فَشَكَتْ إِلَى أَبِي بَكْرٍ، فَجَاءَ، فَوَقَفَ عَلَى الْبَابِ، فَكَلَّمَ أَسْمَاءَ، فَقَالَتْ: هِيَ أَمَرَتْنِي. قَالَ: فَاصْنَعِي مَا أَمَرَتْكِ. ثُمَّ انْصَرَفَ.
قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: فَهِيَ أَوَّلُ مَنْ غَطَّى نَعْشَهَا فِي الْإِسْلَامِ عَلَى تِلْكَ الصِّفَةِ.
Takkala Fatimah sakit dan sholawat dan salam kepada ayahnya, kepada suaminya dan anak-anak nya dan keturunannya. Dan takkala Fatimah sakit,ia mengatakan kepada Asma binti umais radhiallahu anha.
إِنِّي قَدِ اسْتَقْبَحْتُ مَا يُصْنَعُ بِالنِّسَاءِ أَنْ يُطْرَحَ عَلَى الْمَرْأَةِ الثَّوْبُ فَيَصِفُهَا
“Sesungguhnya aku merasa malu dengan apa yang terjadi untuk para wanita ketika mereka dipakaikan sebuah kain kafan, maka kafan itu membentuk tubuhnya”. Mendengar curhan hati dari Fathimah , maka Asma bintu Umais radhiallahu anha berkata padanya:
يَا ابْنَةَ رَسُولِ اللهِ أَلَا أُرِيكِ رَأَيْتُهُ بِالْحَبَشَةِ
“Wahai putri Rasulullah , maukah aku kabarkan kepadamu sebuah peti mati yang aku lihat di Habasyah?” Maka Asma membuat peti mati yang tertutup dari semua sisinya seperti sebuah kardus. Ketika peti mati sudah jadi, Asma kemudian menutup peti mati itu kembali dengan sebuah kain yang luas maka tubuh mayyit yang dibawa di atasnya tidak akan mungkin terbentuk atau tersifati. Melihat perbuatan Asma tersebut, Fathimah begitu bahagia. Seketika, Fathimah berkata kepada Asma:
سترك الله كما سترتني مَا أَحْسَنَ هَذَا وَأَجْمَلَهُ تُعْرَفُ بِهِ الْمَرْأَةُ مِنَ الرَّجُلِ فَإِذَا مِتُّ أَنَا فَاغْسِلِينِي أَنْتِ وَعَلِيٌّ
“Semoga Allah menutup auratmu sebagaimana engkau telah berusaha untuk menutup auratku.” “Betapa indahnya buatanmu ini, sehingga wanita yang meninggal bisa dibedakan dengan lelaki yang meninggal. Jika aku mati, maka mandikanlah diriku bersama Ali”
(اللَّهُمَّ اسْتُرْنَا بِسِتْرِكَ الجَمِيْلِ ، وَاجْعَلْ تَحْتَ السِّتْرَ مَا تَرْضَى بِهِ عَنَّا)
“Ya Allah, tutupi kami dengan hijabMu yang indah dan tempatkan di bawah hijab itu apa yang menyenangkanMu dari kami.”
Wahai hamba Allah…
Allah telah memerintah kepada kalian sholawat dn salam…